Suatu hari ada sepuluh siswa datang ke rumah saya untuk curhat. Mereka bercerita tentang macam-macam masalah intinya tentang masalah sekolah. Seusai cerita, saya tak langsung menanggapi setiap permasalahan saya berpamitan untuk masuk ke dalam rumah. Saya ke dapur untuk membuat wedang. Kebetulan istri saya sedang tidak ada dirumah sehingga saya harus membuatkan wedang sendiri
. Disebabkan oleh karena kebiasaan minum kopi, akhirnya mereka bersepuluh saya buatkan kopi, ditambah sedikit jahe untuk menghangatkan badan. yang berabe adalah, bahwa ternyata tak satupun gelas yang hendak saya pakai untuk menyajikan kopi ada yang sama. Mereka berbeda secara fisik. Ada gelas yang agak tinggi, setengah tinggi, bahkan pendek.Ada yang sedikit pecah dipinggir. Ada yang bercorak bunga, burung, hitam dan putih, agak besar, kecil ada yang utuh gagangnya, ada pula yang tinggal separuh gagangnya. Pokonya semua gelas itu berwarna-warni.
. Disebabkan oleh karena kebiasaan minum kopi, akhirnya mereka bersepuluh saya buatkan kopi, ditambah sedikit jahe untuk menghangatkan badan. yang berabe adalah, bahwa ternyata tak satupun gelas yang hendak saya pakai untuk menyajikan kopi ada yang sama. Mereka berbeda secara fisik. Ada gelas yang agak tinggi, setengah tinggi, bahkan pendek.Ada yang sedikit pecah dipinggir. Ada yang bercorak bunga, burung, hitam dan putih, agak besar, kecil ada yang utuh gagangnya, ada pula yang tinggal separuh gagangnya. Pokonya semua gelas itu berwarna-warni.
Sesampainya diruang tamu, para siswa saya persilahkan untuk mengambil minuman yang bersaji. begitu saya persilahkan, setiap siswa mencoba berebut mengambil gelas.
Rata-rata mereka mencoba mengambil gelas yang paling kelihatan sempurna, besar, bening, ada gagangnya, dan yang tak pecah bibir gelasnya. Yang kasihan adalah yang terakhir. Ia mendapatkan sebuah gelas yang berukuran paling kecil, dengan pecahan di bibir gelas, wara membusam, dan gagangnya tinggal separuh. Melihat drama perebutan gelas itu saya hanya tersenyum kecil. "Ah, dasar anak remaja",pikir saya.
Rata-rata mereka mencoba mengambil gelas yang paling kelihatan sempurna, besar, bening, ada gagangnya, dan yang tak pecah bibir gelasnya. Yang kasihan adalah yang terakhir. Ia mendapatkan sebuah gelas yang berukuran paling kecil, dengan pecahan di bibir gelas, wara membusam, dan gagangnya tinggal separuh. Melihat drama perebutan gelas itu saya hanya tersenyum kecil. "Ah, dasar anak remaja",pikir saya.
Setelah kesepuluh siswa tersebut menandaskan kopi yang tersaji, saya lalu bertanya kepada mereka.
"Boleh Pak Yoyok bertanya kepada kalian ?"
"Boleh, Pak",sebagian siswa menjawab, sebagiannya lagi mengangguk permintaan saya.
"Sebetulnya, ketika tadi saya menyajikan wedang kopi ke hadapan kalian apa yang kalian inginkan ?", tanya saya lagi.
"Kopi,Pak ?", jawab mereka serentak.
"Nah, mengapa kalian berebut mengambil gelas yang paling bagus, bukankah sama saja, kalian mendapat gelas terbagus maupun terjelek, isinya tetaplah kopi ?".
Intinya tujuan manusia hidup bukanlah mendapat dunia yang terlihat indah seperti gelas-gelas kopi. Manusia hidup bertujuan untuk mendapatkan "Kopi" yang sejati. Jika saja kita terlalu fokus utuk berebut gelas, maka dimungkinkan tak mendapatkan kopinya, sebab bisa saja ia tumpah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar